
Jakarta, CNBC Indonesia – Harga minyak sawit remaja (crude palm oil/CPO) meroket ke level tertinggi dalam 8 tahun terakhir di pekan ini. Ekspektasi meningkatnya permintaan CPO dibarengi dengan penurunan supply , menjadi pemicu kinerja impresif itu.
Melansir data Refintiv, CPO sepanjang pekan ini meroket 6, 26% ke 3. 380 ringgit/ton. Level tersebut merupakan yang tertinggi sejak 2 Mei 2012. Harga minyak nabati ini sesungguhnya mulai meroket sejak pekan berantakan, ketika melesat 5, 65%. Sehingga dalam 2 pekan terakhir CPO meroket lebih dari 2%.
Penyebabnya, pemilihan presiden GANDAR 3 November lalu yang membuktikan kemenangan Joseph ‘Joe’ Biden sejak Partai Demokrat, melawan petahana dari Partai Republik, Donald Trump.
Kemenangan Biden dianggap dapat memberikan stabilitas di pasar, kemudian perang dagang AS-China prospek akan berakhir atau setidaknya tidak memburuk.
Jika hubungan kedua negara pulih, maka perekonomian China akan muncul kembali. Seperti diketahui, China ialah salah satu konsumen CPO terbesar di dunia, dengan bangkitnya perekonomian, permintaan CPO tentnya berpeluang menyusun.
Selain kemenangan Biden, vaksin virus corona dari Pfizer yang dilaporkan berkecukupan menangkal virus hingga lebih daripada 90% juga membuat prospek perbaikan ekonomi global semakin cerah.
“Hasil pertama dari uji klinis fase tiga uji vaksin mengindikasikan kemampuan vaksin kami untuk mencegah Covid-19, ” Chairman & CEO Pfizer Albert Bourla dalam pernyataannya, sebagaimana dilansir CNBC International , Senin (9/11/2020).
Selain prospek membaiknya permintaan, tingkat ekspor CPO Malaysia juga sudah mulai menunjukkan kemajuan dalam 2 bulan terakhir. Ekspor di bulan Oktober tercatat terbang 8, 6% dari bulan sebelumnya, menjadi 1, 57 juta ton.
Sementara itu sebab sisi supply , Dewan Minyak Sawit Malaysia mengadukan stok di bulan Oktober menjalani kontraksi 8, 6% dibanding kamar sebelumnya, menjadi menjadi 1, 57 juta ton. Stok tersebut merupakan yang terendah dalam lebih 3 tahun terakhir, atau tepatnya semenjak Juni 2017.
Dalam periode yang sama, produksi selalu mengalami penurunan sebesar 7, 8% menjadi 1, 72 juta ton akibat cuaca yang tak bersahabat dan kurangnya tenaga kerja di sektor perkebunan kelapa sawit kelanjutan restriksi mobilitas.
Lantaran Indonesia, dalam siaran pers Ikatan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) pada Kamis (12/11/2020) menunjukkan buatan CPO selama Januari-September 2020 mencapai 34, 4 juta ton, atau turun sekitar 4, 7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Melihat kondisi supply-demand tersebut, Maybank Investment Bank (IB) memprediksi makna CPO akan bertahan di berasaskan 3. 000 ringgit/ton dalam masa pendek. Tetapi Maybank IB melihat ada risiko tertekannya harga CPO di tahun depan melihat peluang rebound produksi.
Tanda-tanda pulihnya produksi CPO juga sudah terlihat dalam negeri. Di kuartal III-2020, tingkat produksi mulai membuktikan peningkatan. Pada Juli, produksi CPO sebesar 3, 85 juta ton, lalu naik lagi menjadi 4, 38 juta ton pada Agustus, dan naik lagi menjadi 4, 73 juta ton pada September 2020.
“Produksi minyak sawit Indonesia telah menunjukkan pemulihan yang terlihat dari kenaikan dengan konsisten dalam tiga bulan belakang, ” ungkap siaran pers GAPKI tersebut.
Maybank IB melihat puncak produksi di Indonesia akan terjadi di kuartal IV-2020, sementara di Malaysia di kuartal III-2020 lalu.
“Harga CPO yang tinggi mencerminkan ketatnya supply, kami memahami Indonesia masa ini akan memasuki puncak buatan sawit kuartal IV-2020, sementara dalam Malaysia kemungkinan sudah mencapai puncaknya pada kuartal III-2020, ” tulis analis Maybank IB, sebagaimana dilansir The Star , Jumat (13/11/2020).
“Kami khawatir kenaikan harga tidak bakal berkelanjutan, melihat spread yang kian lebar antara CPO dan minyak mentah serta gas, serta adanya prospek kenaikan produksi di tahun 2021, ” tambahnya.
Maybank IB menaikkan prediksi rata-rata harga jual CPO di tarikh ini menjadi 2. 660 ringgit/ton, dari sebelumnya 2. 400 ringgit/ton. Namun, pada semester I-2021 rata-rata harga jual diprediksi di kisaran 2. 500 ringgit/ton, sebelum berisiko tertekan di semester II-2021 akibat potensi peningkatan produksi. Itu berarti, rata-rata harga jual CPO tahun depan akan berisiko lebih rendah dari tahun ini.
TIM PENELITIAN CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(pap/pap)