
Jakarta, CNBC Nusantara – Indonesia dinilai sebagai negara yang memiliki jumlah penduduk hampir 270 juta atma, dengan demografi usia muda dengan sangat banyak, namun produktivitasnya masih rendah. Permasalahan ini telah karib selama tiga dekade terakhir.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, produktivitas di Indonesia masih rendah. Hal itu terlihat dari Total Factor Productivity (TFP) yang dikomunikasikan ke dalam wujud ICOR.
ICOR ialah rasio antara investasi di tarikh yang lalu dengan pertumbuhan output regional (PDRB ). ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi dalam suatu negara. Semakin tinggi biji ICOR semakin tidak efisien suatu negara untuk investasi.
Tahun 2019, ICOR Indonesia mencapai 6, 77 lebih buruk dari tahun 2018 yaitu sebesar 6, 44.
Sri Mulyani menjelaskan, kalau produktivitas rendah untuk bisa menghasilkan 1% pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan upaya yang berlipat-lipat dibandingkan dengan negara lainnya. TFP Nusantara nyaris ada dalam di bintik 0.
“Kalau Filipina TFP 2, 0. India 1, 9. China bahkan 2, 3. Indonesia nyaris di titik nihil, ” ujar Sri Mulyani masa menjadi pembicara di acara pati aspirasi implementasi UU Cipta Kerja bidang perpajakan yang digelar secara virtual, Kamis (19/11/2020).
Artinya, lanjut dia, untuk memajukan output, dibutuhkan input yang jauh lebih besar. Oleh karena tersebut, dibutuhkan capital atau modal yang jauh lebih besar 4, enam dibandingkan negara lain, yang hanya membutuhkan capital yang lebih sedikit. “Ini persoalan struktural, ” sirih Sri Mulyani.
Daya saing Indonesia secara global, dilihat dari komparatif terlihat di beberapa faktor yang menimbulkan Indonesia memiliki produktivitas dan daya saing yang lebih rendah. Sejak sisi kapabilitas inovasi, kualitas pranata seperti demokrasi-regulasi-kepastian hukum.
Juga infrastruktur Indonesia masih jauh dari frontier atau perbatasan serta masih kurangnya infrastruktur teknologi dan komunikasi (TIK). Yang artinya Nusantara jauh dari kompetitif.
“Pasar tenaga kerja Indonesia ada di level bawah, skill pada bawah, sistem keuangan masih pada level bawah. Jadi yang merupakan Indonesia cukup bagus adalah market size-nya. Ini gak cukup buat menarik investasi dan buat Indonesia menjadi produktif. Kita perlu segera perbaiki faktor fundamental tersebut, ” ujar Sri Mulyani.
“Ini PR (Pekerjaan kita semua). Ini fakta, tiga dekade final, kalau tidak melakukan (perbaikan), oleh sebab itu tren ini akan berjalan 3 dekade ke depan, dan kita tetap berada di middle income trap, ” lanjutnya.
Demografi yang muda, kata Sri Mulyani tidak jadi jaminan. Walaupun jumlah besar dan banyak, seharusnya demografi ini bisa menjadi ciri produksi yang positif. Namun, skill yang masih kurang dan karakter labour market sangat rigid menyebabkan demografi ini tidak bisa serasi dengan potensi yang bisa dicapai.
Melalui UU Menjadikan Kerja, lanjut dia, pemerintah ingin membangun rezim yang produktif, mampu memberi manfaat bagi masyarakat, pertama untuk demografi muda yang kudu bisa menikmati kondisi dan ekosistem investasi yang efisien dan tidak birokratif.
“Sehingga itu bisa memiliki berbagai inovasi & tidak hanya mencari kerja, akan tetapi juga menciptakan lapangan kerja, ” tuturnya.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq)